Sampai Kapan Berpura-Pura Hidup, Sampai Kapan Hidup Berpura-Pura

Jujur. Aku tidak menyangka. Sepertinya hari ini baru aku sadar. Mimpi-mimpiku terbungkam rutinitas.

Aku bergerak begitu cepat. Satu persatu ‘to do list’ dalam agenda kurancang dan ku kerjakan secepat mungkin yang ku bisa. Dan dunia menjadi seperti ‘rapid motion’, yang blurr, dan tidak jelas untuk kunikmati.

Kemudian tiba-tiba suatu hari di beberapa waktu lalu, aku merasa 24 jam seperti tidak berarti apa-apa. 7 hari seperti butuh untuk ditambah. Bukan karena tidak cukup untuk aku bergerak menyelesaikan agendaku. Tapi sebaliknya. Beberapa hari ini, waktu lebih seperti menjadi temanku, untuk aku tidak bergerak. Aku tiba-tiba hanya ingin diam, dan membiarkan waktu yang kini berlalu lalang cepat melewatiku yang tidak melakukan apa-apa. Yang tidak menyelesaikan apa-apa. Kini aku yang seperti gambaran ‘blurr’ itu, gambaran yang tidak jelas itu, bagi waktu yang terus berjalan.

Aku sudah ingin berhenti hidup berpura-pura. Tapi ternyata harga pemberhentian itu begitu mahal hingga harus ku cicil dulu dengan berpura-pura hidup.

Seperti layaknya semua akad kredit cicilan. Sejak awal kita harus tentukan. Mau berapa lama cicilan itu kita ambil dan mengikat kita dengan keharusan, keterpaksaan. Hingga selesai, dan akhirnya kita miliki sepenuhnya, lepas dari rasa terpaksa.

Maka terkadang hidup memang harus memaksa. Untuk menuju apa yang kita anggap bahagia. Tapi mungkin yang sering kita lupa, sebenarnya kita SUDAH HARUS tentukan sejak awal ‘tenor cicilan’ kita….mau berapa lama? Mau sampai kapan?

Selamat berpura-pura hidup, hingga berhenti hidup berpura-pura. Selama jangka waktu yang HARUS SUDAH kita tentukan.

*Now Playing Bunny in A Bunny Suit*

Leave a comment